Minggu, 17 Oktober 2010

Catatan Mudik 3: Istana Maimun, rekam jejak sebuah kemegahan masa lampau.

Melangkah di belantara gedung - gedung di kota Medan, nafas saya sempat tertahan sejenak menyaksikan sebuah karya anak manusia yang mulai tergerus jaman : Istana Maimun.


Istana Maimun adalah sebuah bukti bahwa pernah ada jaman kejayaan Kerajaan Deli. Dibangun pada masa berkuasanya Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, putera dari Sultan Makmun Perkasa Alam, pendiri kota Medan. Dibangun pada tahun 1888, menghabiskan dana sekitar satu juta gulden Belanda.



Istana Maimun terletak di jalan Brigjen Katamso, Medan Sumatera Utara. Dengan luas kurang lebih 2772 m2, halaman disekitarnya terbentang lebih kurang 4 hektar. Tinggi bangunan sekitar 14 meter. Pondasi dari kayu dan batu.


Arsitektur bangunan Istana Maimun yang desainya dirancang oleh arsitek asal Italia ini, merupakan perpaduan pengaruh ciri arsitektur dari Moghul, Timur tengah, Belanda, Spanyol, India dan Melayu. Sebagian material bangunannya konon juga didatangkan dari Eropa, seperti ubin, marmer, dan teraso. Arsitektur gaya Belanda nampak pada pintu serta jendela yang lebar dan tinggi.Sedangkan pengaruh Islam terlihat pada bentuk lengkungan atau arcade pada sejumlah bagian atap istana. Lengkungan yang berbentuk perahu terbalik itu dikenal dengan Lengkungan Persia, banyak dijumpai pada bangunan di kawasan Timur Tengah, Turki, dan India.



Bangunan terdiri dari 3 bagian. Bangunan Utama ( Balairung), Sayap Kanan dan Sayap Kiri. Hingga kini para ahli waris keturunan Raja Kesultanan Deli masih tinggal dan menetap dibagian sayap kanan - kiri bangunan istana ini.

Memasuki balairung, terdapat singgasana yang didominasi warna kuning khas Melayu. Singgasana kerajaan sampai sekarang masih digunakan pada acara - acara tertentu, seperti penobatan Sultan, atau penerimaan sembah sujud sanak family kepada Sultan di hari - hari besar seperti Idul Fitri.


Perlu dicatat, Sultan Deli sekarang adalah Tengku Mahmud Aria Lamanjiji, yang dinobatkan menjadi Sultan Deli pada tahun 2005 ketika usianya masih 8 tahun. Ia menggantikan ayahnya, almarhum Sultan Deli XIII Sri Paduka Tuanku Sultan Otteman III Mahmud Ma'amun Padrap Perkasa 'Alam Shah ibni al-Marhum Sultan Azmi Perkasa 'Alam Shah al-Haj atau lebih ringkasnya Letnan Kolonel Infantri Tengku Otteman Mahmud Perkasa Alam yang wafat dalam kecelakaan pesawat militer di Lapangan Terbang Malikul Saleh, Lhoksemawe, Aceh Utara dalam tugas negara operasi bantuan Tsunami Aceh.

Kembali mengedarkan pandangan di tengah Balairung, terdapat lampu gantung besar, bukti bahwa bangunan ini masih dipengaruhi gaya Eropa.

Selain itu, terdapat banyak foto - foto keluarga Kesultanan, perabot rumah tangga Belanda kuno. Suasana di dalamnya sangat klasik, dengan warna hijau dan kuning dominan.




















Banyak sekali sudut - sudut keindahan yang bisa kita nikmati di dalamnya.Pihak pengelola Istana juga menyediakan fasilitas bagi pengunjung yang ingin berfoto dengan menggunakan pakaian adat Melayu.

Saat kami datang berkunjung, suasana istana nampak sepi dari wisatawan. Malah lebih banyak penjual souvenir oleh - olehnya dibanding dengan pengunjungnya. bagian sayap bangunan dipenuhi pemandangan jemuran dari keluarga yang tinggal. bahkan di jalan masuk depan menuju Balairung ada yang bejualan souvenir kaki lima. menurut sya hal ini sangat merusak pemandangan.

Untuk memasuki Istana ini kita hanya diminta sumbangan sukarela, jelas saja pihak keluarga Istana kekurangan dana utuk merawat dan mengelola.
Sepertinya, potensi wisata Istana Maimun ini kurang optimal diangkat oleh pihak pemerintah. Seharusnya untuk daerah sekaya Sumatera Utara, pemerintah bis amengalokasikan dana kusus untuk peningkatan perawatan peninggalan sejarah ini.



















Sisipan :

Di luar bangunan Istana, tepatnya di halaman depan bagian sayap kanan bangunan istana, terdapat angunan kecil seperti pendopo. di dalamnya terdapat pecahan meriam. Pecahan Meriam ini disebut Meriam Puntung. 

Keberadaan Meriam Puntung ini, dikaitkan dengan sebuah legenda.


Dikisahkan di sebuah Kerajaan Timur Raya, terdapat seorang Putri cantik bernama Putri Hijau. Sautu hari datanglah pinangan dari Kerajaan Aceh untuk meminta Putri Hijau menjadi istri, namun pinangan itu ditolak. Raja Aceh marah dan terjadilah peperangan. ketika pasukan kerajaan Aceh bisa mengalahkan kerajaan Timur, mendadak  terjadi keajaiban. Mambang Khayali, saudara kandung putri hijau mendadak menjelma menjadi meriam dan menghujani pasukan kerajaan Aceh dengan tembakan membabi buta. karena terus menerus melontarkan peluru,meriam jelmaan ini menjadi panas dan terpecah menjadi dua. satu pecahan terlempar ke dataran tinggi Karo, dan sebagian terlempar ke Labuhan Deli. bagian yang mendarat di Labuhan Deli kemudian dipindahkan ke bagian depan Istana Maimun ini. 





Menyaksikan sisa kemegahan Istana Maimun ini, membuat hati miris. Begitu kaya nilai sejarah, begitu tinggi nilai budaya, namun sayangnya kondisinya kini kurang terawat. Beda dengan Keraton Yogyakarta, yang masih bergerak denyut kesultanannya. Bisa jadi, karena minimnya dana pengelolaan. Namun, banyak hal seharusnya bisa dilakukan untuk memperbaikinya. Semoga kedepannya, kita semua bisa berbuat lebih banyak.

data - data pada ti\ulisan ini dikelola dari sumber - sumber berikut :

Tidak ada komentar:

 

Pengikut